Jumat, 18 Februari 2011

Tentang Arsiparis

MEMBANGUN PRIBADI ARSIPARIS

Pendahuluan
Arsiparis, adalah sebuah profesi dalam bidang kearsipan. Di Indonesia, profesi sebagai arsiparis mendapat tempat di hati sebagian masyarakat, terutama para akademisi lulusan program studi kearsipan dari berbagai perguruan tinggi. Begitu pula bagi para sejarawan  dan para pemerhati kearsipan.  Namun bagi sebagian masyarakat yang lain, profesi ini terkesan membosankan, melelahkan, bahkan menakutkan. Masyarakat awam menganggap bahwa arsip itu kotor, dan sulit untuk disimpan dan ditemukan kembali, sehingga arsiparis pun akan bekerja di tempat yang kotor, dipusingkan oleh penumpukan, kehabisan tempat untuk menyimpan, berbagai alasan penurunan kesehatan, sering dimarahi atasan karena lama dalam menemukan arsip yang dibutuhkan, dan banyak hal lain lagi. Selain itu, banyak juga anggapan bahwa pendapatan maupun penghargaan yang diterima tidak sebanding dengan tanggung jawab seorang arsiparis.
Sementara itu, orang-orang yang sedikit banyak berhubungan langsung dengan pekerjaan arsiparis, menganggap bahwa pekerjaan arsiparis sangat rumit, terutama pada pengusulan angka kredit. Banyak pekerjaan yang bernilai kredit rendah, dengan digit yang terlalu panjang, sulit dijumlahkan, dan sebagainya. Di samping itu, jabatan arsiparis terpetak petak menjadi beberapa jenjang, seperti arsiparis pelaksana, pelaksana lanjutan, dan seterusnya. Masing-masing jabatan memiliki rincian tugas berlainan. Namun ada pula beberapa rincian tugas untuk semua jenjang. Yang patut menjadi perhatian adalah, bahwa arsiparis pada suatu jenjang dapat melaksanakan rincian tugas jenjang dibawahnya dengan nilai penuh, sementara jika mengerjakan rincian tugas bagi jenjang di atasnya, maka hanya bernilai 80 %. Bahkan pada penetapan angka kredit, pekerjaan tersebut sering tidak dinilai sama sekali. Dengan demikian, semakin rendah jenjang seorang arsiparis, maka semakin sempit pula lahan pekerjaan yang benilai kredit. Padahal seorang arsiparis belum tentu tidak mampu mengerjakan bidang kerja jenjang di atasnya, dan belum tentu juga selalu mampu mengerjakan pekerjaan jenjang dibawahnya. Selain itu, tunjangan arsiparis tidaklah seberapa. Hal ini terlihat setelah dibandingkan dengan rumitnya pengusulan angka kredit. Daftar usulan penetapan angka kredit sering pula tidak berjalan mulus dan cepat, karena terjadi kemacetan dalam pengurusan berkas daftar tersebut di beberapa tempat. Kualifikasi pendidikan adalah hal lainnya yang menjadi syarat untuk menjadi seorang arsiparis pada jabatan tertentu.
Beberapa kalangan yang lain merasa senang menjadi seorang arsiparis. Mereka menikmati pekerjaan, baik karena memang suka bekerja di segala bidang, karena memiliki keahlian di bidang kearsipan,  karena mendapatkan kemudahan dalam bekerja, karena telah terbangun sistem kearsipan yang baik, karena lingkungan kerja yang menyenangkan, atau sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas diperkenankan-Nya bekerja untuk memperoleh penghasilan. Bahkan tidak sedikit orang justru ingin mencoba sesuatu yang baru, menjadi penantang sekaligus pemenang dalam pekerjaan sebagai arsiparis.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan berbagai penilaian tersebut. Beberapa orang yang menganggap bahwa arsip itu kotor dan sulit untuk disimpan dan ditemukan kembali, mereka tidaklah salah karena memang demikian adanya. Begitu juga dengan kecilnya reward dibandingkan dengan tanggung jawab.  Tetapi jika kita telusur lebih dalam, maka sebenarnya arsip yang kotor tetaplah bisa dibersihkan. Bahkan lebih baik lagi kalau ada upaya untuk menjaga agar arsip tidak kotor. Begitu juga dengan penemuan kembali dan penyimpanannya. Dengan adanya sebuah sistem, apapun dan sesederhana apapun, maka dua hal tersebut akan mudah dihindari. Dengan sebuah sistem yang dapat dibangun sendiri, atau dengan sistem yang sudah ada, maka penyimpanan dan penemuan kembali  arsip tidak lagi melelahkan. Tentang reward, adalah bersifat personal saja. Pribadi yang kuat tidak pernah memikirkan reward di depan. Bagi mereka yang penting adalah proses menuju hasil yang berkualitas.
Sementara itu, beberapa kalangan yang menilai bahwa pekerjaan arsiparis cukup rumit, dengan tunjangan profesi yang tidak seberapa, serta kaulifikasi pendidikan khusus, penilaian mereka juga tidak salah. Jika dilihat secara sekilas maupun seksama, memang demikian adanya. Tetapi kesulitan-kesulitan tersebut adalah tantangan yang tidak tak teratasi. Lagipula hambatan dan tantangan selalu muncul di segala sendi kehidupan, termasuk dalam bekerja, sebagai arsiparis atau bukan, dan bukan hal yang baik untuk berlari menjauhi atau menghindari sebuah tantangan.
                
Membangun Pribadi Arsiparis
Arsiparis adalah seorang profesional dengan tugas mulia. Beberapa orang menganggap remeh atas profesi ini. Namun yang perlu dilakukan bukanlah balas dendam, menghindar, menyerah, apalagi sakit hati. Dalam hal ini perlu adanya kepercayaan diri. Pepatah mengatakan bahwa kepercayaan diri adalah kunci sukses. Arsiparis harus menjadi subyek, bukan obyek. Arsiparis harus menjadi penilai atas dirinya sendiri dan penilai profesi yang lain, bukan obyek yang dinilai, apalagi dinilai rendah. Untuk mencapainya maka harus dibangun mental berkompetisi yang kuat dan  pengembangan kepercayaan diri, yang  dapat ditingkatkan dengan memperluas pengetahuan, memenangkan sebuah kompetisi, keberhasilan dalam bekerja, dan sebagainya.
Setelah seorang arsiparis memiliki kepercayaan diri, maka hal kedua yang harus dilakukan adalah mempercantik citra diri. Siapapun yang tidak memiliki citra yang baik, maka secara otomatis tidak akan memiliki daya saing yang tinggi. Pembangunan citra meliputi tingkat pendidikan, kecakapan dan kemampuan, dan penampilan.
Tingkat pendidikan adalah sebuah hal yang sangat diperlukan dalam kompetisi profesi. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin tinggi pula kesempatan untuk meraih derajat profesi yang lebih tinggi, meskipun hal ini bukanlah jaminan tingkat kecerdasan dan kemampuan seseorang dalam bekerja. Namun di Indonesia, bahkan di negara-negara maju sekalipun, kualifikasi pendidikan sangat menentukan posisi dan derajat sebuah profesi. Oleh karena itu sebaiknya seorang arsiparis berpendidikan tinggi, yang dapat diraih dari jalur akademik. Sementara itu dibutuhkan pula keseimbangan antara derajat pendidikan dan kemajuan pola pikir. Semakin tinggi derajat pendidikannya, seharusnya semakin tinggi pula pola pikirnya.
Selain tingkat pendidikan, kecakapan dan kemampuan dalam menjalankan tugas menjadi hal yang penting. Keahlian pada bidang-bidang yang berkaitan dengan kearsipan perlu dipelajari, seperti komputer dan teknologi informasi. Semakin banyak keahlian yang dimiliki, semakin banyak pula aplikasi yang dapat diterapkan dalam pengelolaan arsip. Misalnya penerapan sistem penemuan kembali arsip dengan program tertentu pada komputer, sistem manipulasi citra digital, dan sebagainya. Hal ini menjadi tuntutan ketika sebuah institusi kearsipan melakukan pengelolaan arsip digital. Digitalisasi arsip dimaksudkan untuk membantu dalam proses preservasi arsip aslinya.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam mempercantik citra arsiparis adalah menjaga penampilan. Penampilan disini bukan saja dalam hal penampilan fisik, tetapi juga secara intelektual. Arsiparis dengan penampilan elegan akan sedikit banyak mempercantik citra diri. Secara intelektual, arsiparis yang baik akan sering banyak tampil, baik dalam hal mengemukakan pendapat, mengutarakan argumen, maupun dalam hal kepemimpinan dalam menjalankan sebuah sistem.
Kepribadian adalah sebuah sifat dasar yang tidak perlu dinilai benar atau salah, baik atau buruk, tetapi hanya perlu di kembangkan dari kurang menjadi cukup, dan dari cukup menjadi lebih. Pengembangan kepribadian dapat dilakukan dengan belajar dan bimbingan, serta dapat berkembang dengan sendirinya dengan pengalaman, baik dalam hal pengembangan potensi diri, pelaksanaan pekerjaan, maupun dalam berhubungan dengan orang lain.
Selain memiliki kepercayaan diri dan memiliki citra yang baik, seorang arsiparis hendaklah selalu mengembangkan potensi diri. Hal pertama yang menjadi dasar pengembangan potensi adalah penguasaan logika. Penanganan teknis pengelolaan arsip tidak pernah lepas dari penerapan logika. Di manapun  orang akan membuat sistem dengan naluri dan logikanya sendiri untuk menata dan menyimpan sesuatu, agar sesuatu yang disimpannya aman dan mudah ditemukan kembali. Dengan logika yang kuat seorang arsiparis dapat menemukan kelemahan sebuah sistem yang telah ada, sehingga memunculkan ide untuk memperbaiki, mengubah, atau membangun sistem baru yang lebih baik, baik dalam sistem pemberkasan, pengolahan, penyimpanan, dan sebagainya. Kadangkala orang terjebak pada sistem yang dibuatnya sendiri, akan tetapi kemampuan berpikir secara logis akan dapat memecahkannya.
Kemampuan dalam berpikir akan menumbuhkan bakat perencanaan strategi. Sebuah ungkapan mengatakan bahwa bekerja dengan lebih pintar akan lebih baik daripada bekerja dengan lebih keras. Dalam hal ini, perencanaan yang matang dalam menangani sesuatu akan lebih efektif dan efisien. Sebagai contoh pembuatan daftar berkas. Daftar berkas adalah perwakilan dari berkas.  Dari daftar ini dapat secara ringan dan cepat mengetahui berkas yang diinginkan dari tumpukan semua berkas. Sebagai contoh lain adalah pembuatan indeks buku. Buku yang memuat indeks dapat diakses informasinya dengan lebih cepat daripada buku yang tidak disertai indeks. Kata tangkap yang telah terangkum dalam daftar indeks akan sangat membantu menunjukkan informasi pada sebuah buku. Penggunaan indeks ini jelas efektif, karena pembaca tidak perlu membaca seluruh isi buku, tetapi hanya fokus pada hal yang diinginkan.
Untuk dapat merencanakan sesuatu, maka sebaiknya menggunakan waktu luang untuk selalu berpikir dan menyusun rencana. Hal ini sepintas terlihat berat, tetapi berpikir ringan pada waktu luang akan menghasilkan ide yang berbobot. Bahkan dalam situasi yang kurang menguntungkan, sebuah hal yang wajib dilakukan adalah berpikir. Ada sebuah cerita tentang sekelompok mahasiswa yang tersesat selama beberapa hari di pegunungan. Banyak hal bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan diri, namun ada satu hal yang membuat mereka selamat, yaitu berpikir.
Penguasaan medan adalah hal penting lainnya dalam pengembangan diri. Seseorang yang berjalan di malam gelap sekalipun akan sampai pada tujuan, jika dia mengetahui daerah yang aman dan daerah bahaya yang akan dilaluinya. Begitu pula sebagai arsiparis, harus mengetahui obyek pekerjaan yang akan dilkerjakannya, serta memahami sistem kerja yang akan dipakainya. Ketika seseorang atau sekelompok orang menghadapi suatu masalah, dan masalah itu dikuasai, maka titik teranglah yang akan ditemui, meskipun dalam mencapai titik terang tersebut melalui titik-titik yang paling gelap sekalipun.
  Suatu hal yang sering orang lupakan adalah pengambilan  langkah dalam sebuah kompetisi. Sebagai contoh, anak kelas satu SD belajar siang dan malam tentang pelajaran di kelasnya sepulang sekolah. Hal ini tidak salah. Tetapi hasilnya akan lain ketika seorang anak kelas satu SD, siang sepulang sekolah dia belajar pelajaran kelas satu, sedangkan malam harinya dia belajar pelajaran kelas dua, dari manapun sumber pelajarannya. Ketika anak tersebut naik ke kelas dua, maka dia minimal sudah menguasai 50 % pelajaran kelas dua. Pada saat kelas dua, dia gunakan waktu siang hari untuk belajar pelajaran kelas dua, sedangkan malam harinya dia gunakan untuk belajar pelajaran kelas tiga. Begitu juga seterusnya. Kesimpulannya adalah seorang pribadi harus selangkah lebih maju daripada kompetitor yang lain dari suatu start bersamaan, agar seseorang tersebut memiliki bekal pengalaman dan pengetahuan. Biar bagaimanapun pengalaman lebih berharga dari sebuah teori. Seorang arsiparis yang telah mencoba berbagai sistem kearsipan, seharusnya memiliki naluri kearsipan yang lebih tajam daripada seorang arsiparis yang hanya belajar di belakang meja tanpa disertai pengalaman.

Kesimpulan
Sebuah profesi, apapun itu, akan membutuhkan sebuah karakter pribadi yang  kuat, karena suatu pekerjaan pasti mengandung risiko dan tantangan. Selain itu kualitas pribadi seseorang akan menentukan proses sekaligus hasil dari sebuah perencanaan. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk menyerah bahkan takut pada suatu tantangan. Manusia ditakdirkan jatuh untuk belajar berdiri kembali.
Profesi arsiparis adalah sebuah pilihan. Banyak orang, terutama masyarakat yang bekerja di lingkungan lembaga kearsipan,  berteriak bahwa arsip itu penting, tetapi disisi lain, banyak yang enggan menjadi arsiparis. Ketika merasa lelah pada pekerjaan di bidang kearsipan, beberapa orang akan meninggalkannya. Oleh karena itu muncul harapan bahwa arsiparis tidak akan merasa lelah dalam menjalankan tugasnya, sehingga teriakan-teriakan di atas akan terus menggema. Lebih jauh lagi cita-cita lembaga kearsipan, di manapun itu, akan terwujud.
Banyak hal dapat dilakukan untuk menjadi arsiparis yang handal. Semakin baik pribadi seorang arsiparis, maka rekan-rekan kerja dan pimpinan akan semakin jatuh cinta pada arsiparis tersebut. Lebih dari itu, lembaga kearsipan akan sangat beruntung jika memiliki arsiparis yang handal. Sistem kearsipan yang baik akan terwujud, sehingga dapat diwariskan kepada penerusnya. Sistem yang baik adalah sebuah sistem yang dapat dijalankan oleh siapapun tanpa kesulitan, meskipun pencipta sitem tersebut tidak secara langsung menjalankannya.

0 comments:

Posting Komentar